Seekor anjing diduga merupakan asal sebuah wabah pneumonia di China barat laut, menewaskan tiga orang dan menyebabkan 10.000 orang dikarantina, menurut media pemerintah.
Ziketan, sebuah kota terpencil di Provinsi Qinghai, telah dikarantina sejak hari Sabtu dalam upaya menahan penyebaran penyakit yang sangat mematikan itu.
Seorang pasien dalam kondisi kritis dan delapan terinfeksi. Sebagian besar korban adalah kerabat dari korban tewas pertama, seorang gembala berusia 32 tahun, atau dokter-dokter setempat, kata kantor berita Xinhua.
Tes awal memperlihatkan bahwa anjing mati milik gembala itu kemungkinan merupakan asal wabah, kata Xinhua Rabu malam, mengutip Profesor Wang Hu, Direktur Biro Pengawasan Penyakit Qinghai.
Wang mengatakan, kemungkinan besar anjing itu mati setelah memakan marmot yang terinfeksi penyakit itu. Adapun gembala itu terinfeksi ketika dia digigit kutu saat menguburkan anjingnya yang mati. Dia tewas tiga hari kemudian.
”Korban pertama menguburkan anjing yang mati itu tanpa perlindungan apa pun. Setelah dia terinfeksi, kerabat dan tetangganya berkontak dekat dengannya tanpa perlindungan apa pun sehingga mereka terinfeksi,” kata Wang dikutip oleh Xinhua.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, bakteri yang menyebabkan wabah itu endemik pada beberapa binatang pengerat di kawasan itu, seperti marmot.
Para ahli Kementerian Kesehatan China mengatakan kepada Xinhua, langkah karantina ketat terbukti efektif dan kemungkinan kecil wabah itu akan lebih menyebar.
”Tidak perlu khawatir mengenai infeksi itu kalau Anda bepergian ke Qinghai, apalagi panik,” kata Profesor Liang Wannian, deputi direktur bidang darurat kementerian itu.
Daerah yang terpencil dan bergunung-gunung itu berpenduduk jarang dan ini juga membantu menahan wabah itu.
Para pejabat hari kamis mengatakan, tidak seorang pun melarikan diri dari zona karantina dan tidak ada kasus baru yang dilaporkan.
Warga Ziketan yang dihubungi pada hari Rabu mengatakan, beberapa orang mencoba melarikan diri dari zona karantina yang luasnya 3.500 kilometer persegi.
No comments:
Post a Comment